Guru yang berkualitas sejak awal tidak perlu ditatar atau diikutkan dalam berbagai kegiatan in service pun mereka akan mampu memahami dan menerjemahkan pesan-pesan kurikulum dengan cerdas. Mereka juga akan mampu mencari dan menemukan atau mengembangkan bahan ajar dan media pembelajaran yang berkualitas, sekalipun tanpa mengikuti penataran.
Guru yang berkualitas juga akan mampu mengembangkan tes dan sistem pengujian yang tepat. Guru yang berkualitas juga akan mau terus mengembangkan wawasannya untuk menunjang profesinya. Sebaliknya, calon guru yang selama ini berasal dari generasi muda kelas bawah (karena gaji guru rendah), walaupun diikutkan dalam berbagai kegiatan penataran dan lokakarya, mereka akan tetap tidak beranjak. Karena secara akademis kemampuan dasar mereka memang lemah.
Ada suatu idea bahwa guru yang sudah mendapatkan sertifikat melalui sertifikasi guru perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi terhadap guru dilakukan oleh lembaga independent.
Guru yang tidak memenuhi standar atau melakukan tindakan yang tidak terpuji harus diberi sanksi tegas. Selanjutnya, guru-guru yang dipindahtugaskan dari jabatan guru dan dipindahkan kepada tenaga administrasi, dan diisi dengan guru muda yang diseleksi dengan cara sangat ketat atau bila sudah ada lulusan LPTK ‘’model baru’’ mereka langsung ditempatkan untuk mengisi formasi guru yang dipindahtugaskan tersebut. Dengan demikian, dalam waktu lima tahun yang akan datang hanya guru bermutu saja yang berdiri di depan kelas dan guru-guru baru bermutu yang akan bekerja secara profesional di sekolah.
Selain itu, karir guru harus jelas dan ditetapkan secara obyektif. Guru yang berprestasi secara otomatis akan menjadi wakil kepala sekolah atau kepala sekolah, wakil kepala sekolah atau kepala sekolah yang berprestasi akan berkompetisi menjadi kepala dinas pendidikan, baik di kabupaten/kota maupun di provinsi. Pendek kata, karier kependidikan hanya boleh ditempati oleh guru-guru yang berprestasi.
Pada saat yang bersamaan, yakni saat gaji guru ditetapkan tinggi, penerimaan mahasiswa calon guru di LPTK harus sangat ketat. Demikian juga, tidak sembarang perguruan tinggi boleh menyelenggarakan program pendidikan calon guru. Hanya perguruan tinggi yang benar-benar berkualitas dan program studi yang terakreditasi B saja yang boleh menyelenggarakan program studi kependidikan, itu pun dengan pengawasan yang sangat ketat oleh lembaga independen yang ditunjuk. Cara itu dipastikan akan menghasilkan calon-calon guru yang bermutu yang siap menjadi guru profesional di lapangan.
Pendek kata, setiap guru akan bekerja secara optimal atas dasar kemampuan akademik yang tinggi dan profesionalisme yang teruji, tidak seperti sekarang ini. Apabila keadaan itu bisa terwujud, kualitas pendidikan dapat dipastikan akan meningkat secara bertahap dan berkesinambungan.
Untuk mendasari kebijakan di atas, landasan hukum yang paling ideal adalah undang-undang. Atau, bila undang-undang belum dapat diwujudkan dalam waktu cepat, untuk sementara dapat diadakan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) atau cukup dengan peraturan pemerintah sebagai jabaran lebih lanjut dari pasal-pasal yang relevan (Pasal 39-44) dalam UU Sisdiknas (UU Nomor 20 Tahun 2003).
Ingat, UU Sisdiknas tersebut apabila akan dilaksanakan secara benar setidaknya membutuhkan 38 peraturan pemerintah. Sampai saat ini, belum satu peraturan pemerintah pun yang diluncurkan untuk menjabarkan pasal-pasal dalam UU Sisdiknas tersebut. Oleh karena itu, kita semua berharap gagasan yang dilontarkan dalam tulisan ini dapat dijadikan masukan oleh Depdiknas dalam menyusun peraturan-peraturan pemerintah sebagai jabaran lebih lanjut dari UU Sisdiknas.
Apabila lima gagasan dalam tulisan ini dapat diakomodasi dalam peraturan pemerintah, yang saat ini sedang disusun, dalam waktu 5-6 tahun yang akan datang kita pasti memiliki guru yang bermutu, yang berimplikasi pula pada terwujudnya pendidikan yang bermutu sebagaimana kita harapkan. Semoga.