Penerapan syariat Islam di Indonesia sempat diwacanakan sejak dikumandangkan proklamasi kemerdekaan. Perjuangan kemerdekaan melawan penjajah Belanda yang kafir dan banyak dimotori tokoh-tokoh Islam seperti para kyai, telah menjadikan semangat tersendiri dalam mendirikan bangsa ini. Makanya para pendiri bangsa kemudian menjadikan dasar negara, dengan salah satu butirnya adalah ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi penganutnya.
Akan tetapi kalimat menjalankan syariat Islam kemudian mendapat reaksi dari masyarakat Indonesia bagian Timur. Atas nama toleransi, maka kata-kata itu tak dicantumkan dalam dasar negara yang kemudian berlaku sekarang ini. Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, juga dalam Pancasila, kalimat yang tercantum kemudian hanyalah ketuhanan yang Maha Esa.
Pada masa berikutnya, kondisi orde lama dan orde baru yang otoriter tak dapat mengusik dan mengotak-atik Undang-undang Dasar tersebut. Namun pada masa reformasi, ketika ada wacana keras mengenai amandemen Undang-Undang Dasar, maka wacana itu kembali mengemuka. Tak hanya itu, wacana penerapan syariat Islam pun kembali digaungkan ke permukaan. Selain munculnya partai-partai Islam yang secara politis mendukung rencana penerapan syariat Islam, muncul juga berbagai organisasi kemasyarakatan yang mendukung penerapan syariat Islam di negeri ini. Wacana itu kembali mengemuka di DPR belum lama ini. Dukungan secara politik juga kian mengkristal.
Akan tetapi, penentangan juga tak sedikit terjadi. Pemahaman sekular yang semakin mengakar di sebagian anak bangsa telah menyebabkan apatisme yang sangat besar terhadap kemungkinan penerapan syariat Islam di Indonesia. Belum lagi munculnya Islamophobia yang memang mencitrakan hal-hal yang negatif tentang Islam, termasuk penerapan syariat Islam. Bagi mereka, seperti dikutip dalam buku ini, syariat Islam diartikan sebagai potong tangan, rajam, dan hal-hal yang dianggap menakutkan lainnya bagi manusia.
Padahal penerapan syariat Islam tak hanya berkaitan dengan masalah-masalah tersebut saja. Ada banyak sekali masalah yang berkaitan dengan kemanusiaan dan keummatan yang dikaitkan dengan penerapan syariat Islam. Ada rangkaian ibadah, masalah hukum keluarga, masalah kemasyarakatan, politik, hukum dan ekonomi serta budaya yang dapat dikaitkan dalam konteks ini.
Secara praktiknya, masyarakat sendiri sudah banyak yang menerapkan syariat Islam. Bahkan beberapa di antaranya sudah dilegalkan negara dalam bentuk aturan perundangan, misalnya Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang Zakat, dan lainnya. Belum lagi beberapa daerah yang sudah membuat beberapa peraturan daerah (Perda) yang isinya berkaitan dengan penerapan syariat Islam. Akan tetapi tetap saja hal ini memicu perbedaan pendapat yang krusial dan menguras energi yang tidak sedikit.
Buku Syariat Islam dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara ini memaparkan tentang beberapa kemungkinan penerapan syariat Islam di Indonesia. Buku yang ditulis oleh Majelis Syura Partai Bulan Bintang ini memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai syariat Islam yang selama ini dianggap kaku dan ‘’menakutkan’’.
Buku ini memberikan gambaran dan penjelasan mengenai syariat Islam yang sebenarnya lebih banyak mengayomi. Ada upaya yang dilakukan untuk menghapus stigma negatif dalam penerapan syariat Islam ini. Semuanya bermuara pada pembentukan opini publik mengenai syariat Islam yang tak lagi dapat diidentikkan dengan sesuatu yang statis dan menakutkan.***