Jika kemudian bangsa Indonesia berusaha untuk bangkit dan menggapai cita-cita, usaha itu sudah dilakukan. Namun ibarat bayi, usaha itu dilakukan sambil jatuh bangun. Ia ibarat mimpi. Mimpi Indonesia untuk menjadi negeri yang sejahtera tentu masih jauh.
Dalam sejarah bangsa-bangsa, mimpi sebuah negara sangat bergantung pada sejarah yang melingkupinya, dan bagaimana mereka bisa terbangun dari tidur dan sejarah yang kelam. Mimpi Eropa mulai digaungkan ketika ada kesadaran kolektif tentang bangsa-bangsa di Eropa yang saling menjatuhkan dan terlibat dalam perang tak berkesudahan.
Perang yang mengakibatkan banyak nyawa melayang, banyak infrastruktur hancur dan banyaknya alat perang yang diproduksi hanya untuk saling membunuh telah membangkitkan kesadaran itu. Perang dan saling bunuh ternyata dapat menjadi inspirasi untuk damai dan bersatu di kemudian hari.
Usai perang dunia II (1939-1945), PM Inggris Winston Churcil merenungkan tentang buruknya perang yang terjadi. Ia kemudian memimpikan Eropa yang bersatu. Inilah awal ‘’Mimpi Eropa”. Sekarang, mimpi itu mulai terwujud dengan adanya Uni Eropa dengan mata uang bersama Euro, Parlemen Eropa, dan juga telah merumuskan konstitusi bersama. Kelak jika Konstutisi Eropa itu sudah disahkan bersama, maka ia akan menjadi konstitusi masing-masing negara Eropa.
Sejak saat itu, maka Eropa tak akan lagi mengingat kekejaman tentara Hitler di Jerman, atau Mussolini di Italia. Mesin-mesin pembunuh para diktator itu akan menjadi museum perang dan hanya menjadi pengingat bahwa Eropa yang dulu rajin berperang kini berada dalam damai.
Sementara itu, Indonesia juga memiliki mimpi yang menjadi cita-cita. Ia tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. Buku yang merupakan kumpulan tulisan ini mengingatkan kembali tujuan negara ini didirikan. Bahwa negeri ini sesungguhnya memiliki sebuah mimpi, The Indonesian Dream. Mimpi besar itu berprinsip bahwa kita memiliki demokrasi perwakilan, mempertahankan persatuan, keadilan sosial, dan ketuhanan yang Maha Esa. Itulah butir-butir mimpi yang dituangkan dalam Pancasila.
Buku Kapita Selekta, The Indonesian Dream ini memaparkan tentang mimpi Indonesia menjadi bangsa yang maju, mandiri dan sejahtera. Masalahnya, mimpi-mimpi itu hanya menjadi impian yang tak kunjung terealisasi. Mimpi-mimpi Indonesia seoalh masih di awang-awang dan masih sangat sulit terwujud.
Sebagai sebuah kumpulan tulisan, buku ini memang tak digarap untuk sebuah ulasan yang fokus. Namun simpul-simpulnya mengarah pada satu tujuan yang sama: mau kemana negeri ini berlabuh, dari pelayarannya yang panjang.***