Semua ini adalah rentetan dampak dari krisis keuangan global yang dipicu dari ambruknya kredit perumahan di Amerika Serikat yang telah mencapai titik puncaknya. Para pakar menilai, resesi ekonomi yang melanda Amerika dan Uni Eropa akan berdampak luas. Paling tidak, dua tahun ke depan ekonomi dunia akan kehilangan darah, perlambatan ekonomi akan menerpa sebagian besar negara di dunia, termasuk Cina. Dampak resesi itu akan mulai terasa pada pertengahan tahun depan.
Krisis global bermula dari kredit macet perumahan yang terjadi di Amerika. Kita lebih akrab mendengarnya dengan sebutan subprime mortgage. Permasalahan pada subprime mortgage merupakan efek kumulatif dari sistem kapitalisme yang serakah. Subprime mortgage adalah kredit perumahan berbunga tinggi karena pinjaman memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi akibat rendahnya aset jaminan dari peminjam rumah. Dengan sekma yang telah dimodifikasi, subprime mortgage memungkinkan orang-orang yang tidak mampu bisa mendapat kredit rumah yang sebenarnya tidak layak menerima kredit.
Tingginya bunga pinjaman subprime mortgage bila dibandingkan dengan tingkat bunga deposito yang rendah, telah menarik investor kelas kakap dunia untuk menginvestasikan dana mereka di sini, dengan jalan membeli surat utang yang diterbitkan perusahaan subprime mortgage. Tingginya risiko ini kemudian dikompensasi lewat sekuritas (securitization). Hal itu merupakan upaya dari lembaga keuangan untuk mencari laba dengan menggabungkan surat-surat berharga seperti surat utang rumah subprime, dengan surat berharga dengan ratingnya yang lebih tinggi. Dengan demikian, maka lembaga keuangan tersebut mencampurkan antara pinjaman yang lancar (prime loan) dan pinjaman yang kurang lancar (subprime).
Ketika Bank Sentral Amerika, The Fed, mulai Juni 2004 menaikkan suku bunga sampai pada Agustus 2007 sudah mencapai 5,25 persen. Masalah timbul ketika banyak dari peminjam tidak sanggup melunasi kreditnya dan ditambah tingginya bunga pinjaman. Dampaknya, banyak perusahaan penerbit subprime mortgage rugi besar, dan mereka juga tidak mampu membayar surat jaminan utangnya. Akibatnya, harga saham atau nilai aktiva bersih dari investor yang memiliki subprime mortgage jatuh.
Celakanya, lembaga keuangan yang menanamkan modalnya di subprime mortgage tidak hanya dari Amerika saja tapi juga dari bank-bank yang ada di Uni Eropa, Jepang, Australia dan beberapa neraga lainnya. Dampaknya menyebar begitu cepat. Bank-bank besar bertumbangan, sebagian lagi terpaksa dibeli pemerintah (nasionalisasi). Bahkan Amerika telah menyediakan dana 700 miliar dolar untuk membeli perusahaan dan lembaga keuangan yang di ambang kebangkrutan.
Buku ini dengan lugas dan cermat mengulas secara kronologis dari krisis ekonomi global yang disulut subprime mortgage. Pembahasannya juga dilengkapi dengan diagram dan tabel yang sangat membantu bagi pembaca.
Analisa penulis cukup mendalam mengenai dampak dari letupan-letupan krisis global terutama yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi Indonesia sendiri. Penulis juga memberikan tawaran solusi untuk keluar dari krisis ekonomi global tersebut. Buku ini layak untuk dijadikan rujukan bagi siapa saja yang ingin melihat lebih dalam krisis global yang sekarang sudah kian menampakkan wajah menakutkannya.***
Joni Lis Efendi
Penulis, Peminat Buku, Tinggal di Pekanbaru