Dijaga Ketat, Jadi Buah Bibir Kasus Markus
Nama PT Salmah Arowana Lestari (SAL) beberapa waktu belakangan begitu santer terdengar, terutama ketika mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol Susno Duadji, mengungkap perihal dugaan praktik makelar kasus yang sempat ditangani Mabes Polri.
Apa yang ada di perusahaan itu serta bagaimana kondisinya saat ini? Berikut hasil penelusuran Riau Pos di perusahaan yang beroperasi di Desa Muara Fajar Kecamatan Rumbai, Pekanbaru tersebut, Jumat (16/4).
Tembok beton tinggi di Jalan Ikan Parang itu menjadi pagar pembatas antara areal PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dengan perkebunan masyarakat di sekitarnya. Udara yang sejuk serta rerimbunan pohon hijau seakan menghilangkan kesan kondisi udara Kota Pekanbaru yang panas terik.
Kawasan Jalan Ikan Parang ini memang sejuk, di kanan kirinya banyak ditanami pepohonan peneduh, walaupun ada juga beberapa kawasan sudah ditanami masyarakat dengan tanaman palawija seperti mentimun, kacang panjang, dan sayuran lainnya. Namun, di sekitarnya, jarang terlihat pemukiman warga. Hanya ada satu dua yang terlihat, itupun lebih banyak tersembunyi di balik rerimbunan perkebunan sawit yang juga banyak terlihat di kawasan itu.
Jalan Ikan Parang ini terletak di pertigaan Jalan Ikan Kayangan yang berada sekitar tiga kilometer dari KM 22,5 ruas Jalan Lintas Pekanbaru-Minas. Karena banyak cabang jalan, Riau Pos lebih banyak bertanya kepada warga tentang lokasi perusahaan milik pengusaha bernama Anuar Salmah atau yang biasa dipanggil Amo itu.
Begitu tiba di pintu gerbang milik perusahaan yang di depannya terpampang relief ikan arwana berwarna hijau keemasan, suasana memang sedikit berbeda. Beberapa orang petugas keamanan langsung bertanya. ‘’Mau ke mana
Bang?’’ tanya mereka dengan wajah sedikit curiga.
Begitu disebutkan Riau Pos, mereka segera membuka gerbang berwarna hijau kebiru-biruan tersebut. ‘’Tadi kami sudah diberi tahu kalau Riau Pos mau kemari. Silahkan,’’ ucap salah seorang petugas jaga. Sekitar 400 meter pintu gerbang dilalui, tidak terlihat banyak hal yang istimewa, apalagi bila dikaitkan dengan dugaan makelar kasus (markus) dengan nilai lebih ratusan miliar rupiah sebagaimana yang diungkapkan Susno saat membongkar dugaan praktik haram di tubuh kepolisian tersebut.
Jalannya semen, sebagian sudah pecah-pecah. Ada bagian tepat di depan pos jaga dalam yang besi angker corannya sudah lepas. Sampah dedaunan berserakan di sepanjang jalan. Beberapa orang pemuda yang berperilaku seperti petugas jaga serta beberapa ekor anjing menjadi temuan pertama. Selanjutnya seorang petugas keamanan mengarahkan untuk menuju ke kantor perusahaan yang terletak sekitar 800 meter dari gerbang masuk.
Tak berapa menit, penanggung jawab personalia PT SAL bernama Ida Bagus Endra Murti datang menyambut. ‘’Maaf Pak, tadi mungkin agak ketat di pintu masuk. Terus terang, kami masih trauma dengan informasi yang berkembang tentang perusahaan kami. Tapi karena tadi Pak Jhoni (Jhoni Riyanto SH, kuasa hukum PT SAL, red) mengizinkan Riau Pos masuk, makanya kami terbuka,’’ sebut lelaki yang awam dipanggil Indra ini.
Beberapa waktu belakangan, PT SAL memang menjadi ramai dikunjungi awak media. Ada yang hendak mengambil gambar, ada juga yang hendak mendapatkan konfirmasi kebenaran terhadap informasi yang berkembang. ‘’Ya, karena itu juga, makanya kami agak sedikit hati-hati,’’ sebut lelaki yang sudah bekerja di perusahaan ini semenjak tahun 2002 lalu itu.
Kebetulan, pada saat itu aktivitas packing untuk pemesanan sekitar 200 ekor ikan arwana ke Malaysia sedang dilakukan. Ada sekitar 12 orang bertugas memindahkan ikan berukuran 12 sentimeter tersebut dari kantong-kantong besar ke kantong kecil. Selanjutnya, kantong-kantong yang sudah diisi oksigen tersebut dimasukkan lagi ke dalam kotak stereoform berwarna putih yang sudah dilapisi es dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kotak karton berwarna coklat dan langsung dinaikkan ke dalam truk pengangkut yang hendak membawa ikan-ikan tersebut ke perusahaan kargo yang ada di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru.
Sangat sederhana sekali, prosesnya hanya butuh sekitar 15 menit sebelum diangkut. Karena itulah, sebut Indra, di perusahaan dengan omzet miliaran rupiah tersebut, tidak perlu banyak-banyak karyawan. ‘’Cuma sekitar 39 orang saja seluruhnya,’’ sebut dia.
Selain petugas packing, juga ada petugas pemeliharaan yang kesehariannya berperan memantau perkembangan ikan-ikan dengan kualitas ekspor yang dipasarkan ke negara Asia Tenggara ini.
PT Salmah Arowana Lestari ini beroperasi di atas areal seluas 126,61 hektare. Dengan lahannya yang luas tersebut, PT SAL mempunyai tak kurang dari 130 kolam pembiakan yang masing-masingnya berukuran 15 x 65 meter persegi dengan kedalaman sekitar 1,5 meter.
Di dalam masing-masing tambak tersebut, hanya bisa diisi oleh 45 ekor indukan ikan arwana yang rata-rata panjangnya sekitar 50 sentimeter. Tidak banyak ikan yang dipelihara di dalam tambak-tambak tersebut, karena memang arwana adalah spesies ikan yang pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kestabilan ekosistem dan lingkungan. ‘’Kalau kita masukkan satu kolam lebih dari jumlah itu, pembiakannya buruk, makanya di dalam tiap kolam hanya ada 45 ekor indukan baik itu jantan maupun betina, itupun kita tak tahu berapa ekor jantan dan berapa ekor ikan betinanya,’’ papar Indra.
Selain itu, kadar keasaman di tanah dan air juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan ikan. Bila PH-nya kurang atau lebih dari PH standar 6,3, maka kesehatan ikan bisa terganggu. Untuk menjaga itu juga, tak heran bila seluruh kolam yang sistem pengairannya menggunakan pola reservoir untuk air masuk dan keluar selalu dibersihkan. ‘’Kalau sudah kotor saja, langsung dibersihkan, karena kalau tidak, ikan bisa sakit karena terserang kutu jarum,’’ ungkap Indra yang mengetahui banyak hal perihal penangkaran arwana ini karena setiap hari berkutat dengan teknis pemeliharaan lima spesies ikan arwana PT SAL.
Begitupun soal ikan yang sakit, jelas dia, bila ditemukan, harus segera dipisahkan dan segera diobati. Pasalnya, bisa berpengaruh terhadap kesehatan ikan-ikan lainnya di dalam kolam. Ikan arwana ini unik, karena untuk melihat mana jantan dan betinanya tidak bisa dilakukan. Bila pada ikan-ikan lain, kelaminnya bisa terlihat, maka pada arwana tidak terlihat sama sekali.
Karena itu juga, sebut Indra, dari 45 ekor ikan yang dimasukkan ke dalam tambak, sangat sedikit yang bisa langsung berkembang biak dan mempunyai anak. ‘’Dalam satu tambak itu, kalau ada dua atau tiga pasang saja yang bisa bertelur, itu sudah bagus, karena, memang arwana spesies yang sulit untuk berkembang biak,’’ papar dia lagi.
Per induk yang hamil, bisa menghasilkan sekitar 40 telur yang akan menjadi anak ikan. Setiap kali akan dipanen, yang ditangkap adalah induknya, karena, biasanya induk mengeramkan anak atau telurnya di dalam mulut.
Sepanjang mata memandang, areal tambak ikan arwana milik PT SAL ini terbentang hingga perbatasan Tahura Sultan Syarif Hasyim. Seluruhnya sudah dipagar besi dan beton, sedangkan di setiap penjurunya, didirikan bangunan berbentuk rumah pondok yang bila dilihat ukurannya lebih mirip sebagai bangunan pengawas.
Kalau siang hari, disebutkan Indra, memang tidak ada petugas jaga. Yang ada hanya petugas pemeliharaan yang berputar dua kali sehari untuk memberi makan ke kolam-kolam pembiakan. Tapi, kalau malam hari, biasanya ada yang mengawasi, baik untuk antisipasi pencurian maupun masuknya binatang yang bisa mengganggu seperti biawak, ular maupun burung elang serta burung hantu.
Pengawasan yang demikian ketat, pastinya bukan hal yang tidak lazim bagi perusahaan penangkaran arwana. Karena, setiap ekor ikan yang aktivitas jual-belinya diawasi oleh Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jendral Perlindungan Sumberdaya Alam ini juga punya nilai ekonomis yang tinggi.
Per ekor ikan yang sudah berukuran 12 centimeter saja, harga jualnya bisa mencapai Rp1 juta. Apalagi bila dikaitkan dengan indukan. ‘’Wah, kalau itu, biasanya kita tak bisa bilang dalam angka, karena itulah modalnya. Kalau dijual, berarti kita sudah kehilangan aset besar,’’ sebut Diego Ananta (putra Amo, red), Direktur Operasional PT SAL yang kebetulan pada saat itu sedang mempersiapkan aktivitas pengiriman pesanan arwana ke Malaysia.
Bagi perusahaan penangkaran arwana, Diego juga menjelaskan, biasanya tidak akan mau menjual indukan. Begitu mahalnya, sehingga tidak bisa dihitung dalam bentuk uang. Hanya anak-anak arwana dengan ukuran 12 centimeter ke atas saja yang diperjualbelikan.
Diego sendiri enggan menyebutkan berapa banyak produksi ikan yang dihasilkan oleh perusahaan yang menurut sejumlah produsen penangkaran arwana itu merupakan penangkaran arwana terbesar di Asia Tenggara. ‘’Soal jumlah produksinya relatif, tergantung dari perkembangbiakan di kolam. Hanya saja, biasanya, per harinya ada pembiakan 30-60 ekor dan jumlah tersebut yang distok untuk memenuhi permintaan konsumen antar negara,’’ jelas Diego.
Indra secara terpisah menjelaskan pula, dengan rata-rata 30 ekor per induk setiap hari dengan rata-rata jumlah pembiakan dua sampai tiga ekor induk per hari, diperkirakan dalam satu bulan, jumlah produksinya bisa mencapai 2.400 ekor. ‘’Kalau jumlah uangnya saya tak bisa sebut, tapi dihitung-hitung saja sendiri,’’ pungkas lelaki berdarah Bali yang sudah lama bermukim di wilayah Riau ini sambil tertawa.
Seluruh ikan yang diperjualbelikan oleh PT SAL merupakan komoditas ekspor. Karena itulah, sangat jarang ikan-ikan yang dihasilkan dari pemijahan dan pengembangbiakan di kolam Muara Fajar ini dipasarkan di wilayah Riau. ‘’Satu dua mungkin ada, tapi semuanya punya sertifikat dan bayar pajak kepada pemerintah,’’ sebut Diego.(bersambung)
Riau Pos
sip dapat berita yang ada hubungannya dengan kasus yang lagi panas panasnya...ta simpan nie wan eh kawan...^_^
BalasHapussetelah saya membaca tulisan diatas wah... pendapatan perusahaan tsb cukup besar, kenapa ini tidak di kembangkan untuk di riau atm riau membentuk BUMD yg bergerak dibidang budidaya arwana, itung2 mengurangi penagangguran, atw dikembangkn dengan pendekatan ekonomi kerakyatan yg bebasis eksport,,,,
BalasHapus